Jumat, 23 Desember 2011

Antara perlu atau tidaknya bangunan yang melebihi 15 meter di Bali


Bali  dikagumi oleh masyarakat internasional karena memiliki jati diri yang sangat kuat. Identitas itu juga tercermin dalam produk seni budaya yang dihasilkan masyarakatnya, termasuk dalam hal merencanakan aktivitas pembangunan di Bali yang telah diwariskan oleh generasi pendahulu  Bali. Ketaatan masyarakat Bali itulah yang membuat Bali  berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia maupun di belahan dunia mana pun.  Justru, dengan perbedaan inilah Bali memiliki keunggulan komparatif sehingga menjadi terkenal dan dikagumi oleh masyarakat internasional.  Namun ketika ada wacana mengenai pembangunan yang melebihi 15 meter di Bali, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah warisan bangunan di Bali dapat dipertahankan secara kokoh atau tidak?  Jika memang bangunan di Bali mencapai ketinggian hingga 15 meter, apa pun alasannya, Bali akan kehilangan taksunya dan tidak ada kebanggaannya lagi. Dikhawatirkan  pula bukan hanya taksu, ke depan estetika dan spiritual akan terganggu. Bali sebagai pulau kecil dan indah lama-kelamaan akan makin tenggelam.  Apapun program yang mengarah untuk pembangunan Bali ke depan, harus tetap berpedoman pada filosofi Tri Hita Karana.
Dalam kaitannya dengan pembangunan gedung yang lebih dari 15 meter di Bali, sangat disayangkan karena dapat menghilangkan  ciri khas Bali dalam hal arsitektur bangunan. Apabila pembangunan gedung  tersebut tidak ada penanganan dari pihak terkait maka dapat dipastikan bahwa Bali tak ada bedanya dengan beberapa wilayah atau kota lain di Indonesia. Keindahan alam Bali akan tersapu oleh bangunan-bangunan bertingkat yang memenuhi kawasan. Pandangan mata akan berbenturan dengan beton-beton menjulang tinggi di kiri dan kanan jalan. Bali tak lagi menjadi Bali.  Hal ini dipandang menjauh dari folosofi dasar manusia Bali yang berbasis spiritual Hindu. Diharapkan dalam pembangunan di Bali ke depan seyogyanya dapat memerhatikan kearifan dan filsafah leluhur  agar bisa dijadikan pegangan utama.  Betapapun, kearifan itu akan mampu mempedomani generasi demi generasi agar dapat hidup dalam keseimbangan sekaligus menghindari perasaan keterasingan di daerah sendiri. Oleh karena itu, kiranya filosofi Tri Hita Karana, salah satunya,  hendaklah tetap menjadi pegangan dalam kehidupan manusia Bali.  Pada intinya kita jangan sampai membiarkan Bali keluar dari akar budayanya. Para pemimpin Bali dan segenap komponen masyarakat Bali harus mengimplementasikan komitmen itu dalam aksi nyata jika menginginkan Bali tercinta ini tetap ajeg lestari.
Jalan meninggikan bagunan lebih dari 15 meter  dapat digunakan sebagai alternatif untuk menekan alih fungsi lahan. Masuk akal memang, jika dibiarkan perkembangan pemukiman berlangsung bersamaan dengan bertambahnya penduduk Bali, maka lahan pertanian dan lahan kosong lainnya akan habis. Tak ada lagi lahan pertanian dan perkebunan yang hijau seperti yang kita nikmati sekarang.  Bangunan tinggi  diperbolehkan asalkan hanya diperuntukan bagi pembangunan fasilitas publik, seperti gedung pemerintah, rumah sakit, pasar tradisional, perguruan tinggi, dan sekolah.  Sedangkan untuk bangunan hotel, apartemen, perumahan, dan gedung-gedung komersial lainnya seharusnya dilarang membangun dengan ketinggian melebihi 15 meter.
Dapat disimpulkan bahwa Sampai kapanpun kita akan mempertahankan anggapan bahwa bangunan yang tingginya melebihi 15 meter akan merusak kelestarian Bali.  Memang turis datang ke Bali bukan untuk melihat gedung-gedung tinggi, namun turis juga tidak akan datang ke Bali, jika sawah-sawah di Bali lenyap.  Kenyataannya sekarang yang bisa kita lihat, di suatu wilayah di mana pun di Bali  bila persawahan sudah beralih fungsi menjadi bangunan, di mana sawah sudah tidak ada lagi, maka seperti yang telah disampaikan  di atas, Bali yang dikenal sebagai surga dunia akan kehilangan taksunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar