Desa Sebatu terletak di sebelah utara dari desa Tegallalang, yang juga termasuk kecamatan Tegallalang.Desa Sebatu merupakan Desa wisata yang menjadi daerah tujuan wisata yang sangat terkenal dengan kerajinan ukiran-ukiran dari masyarakat Desanya. Para wisatawan mancanegara maupun nusantara seringkali berkunjung ke Desa Sebatu dengan tujuan untuk melihat dan membeli hasil-hasil kerajinan ukiran masyarakat setempat. Desa Sebatu tidak hanya terkenal dengan seni kerajinan tangannya. Desa Sebatu juga memiliki adat istiadat yang masih kental hingga sekarang. Adat istiadat di Desa Sebatu dapat kita lihat dari upacara – upacara yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat hingga sekarang. Upacara di Desa Sebatu memiliki ciri khas dan keunikan tersendri yang tidak bisa kita jumpai di daerah- daerah lain.
Salah satu tradisi di Desa Sebatu yang masih kental dengan adat istiadat dan kebudayaan masih dilaksanakan hingga sekarang adalah upacara “Betara Ngadeg”yaitu Nyepi selama 12 hari yang sering pula disebut oleh masyarakat Sebatu sebagai “Acin Pari Ngekes Bratha”. Acara “Betara Ngadeg”atau “Acin Pari Ngekes Bratha” dilaksanakan setiap satu tahun yang menggunakan perhitungan “kalender Bali”. Acara ini mengharuskan umat hindu yang berada di Desa Adat Sebatu tidak boleh melakukan upacara baik ituManusa Yadnya, Dewa Yadnya, dan Butha Yadnya. Tidak hanya larangan dalam hal upacara adat, tetapi selama acara “Acin Pari Ngekes Brahta” berlangsung, umat Hindu yang berada di daerah Sebatu tidak boleh memotong rambut, dan memotong kuku. Larang yang paling unik adalah masyarakat dari daerah sebatu tidak boleh bepergian lebih dari satu hari, dan jika itu terjadi orang tersebut tidak boleh tidur di lingkungan Desa Sebatu selama 12 hari hingga acara “Acin Pari Ngekes Brata” berakhir.
Menurut masyarakat setempat ada satu kejadian yang membuktikan bahwa acara Nyepi selama 12 hari yaitu “Betara Ngadeg” atau “Acin Pari Ngekes Bratha” sangat sakral dan harus dipatuhi oleh masyarakat setempat jika tidak ingin menemui marabahaya. Konon, Ada seorang masyarakat Desa Sebatu yang melanggar pantangan “Acin Pari Ngekes Brata” yaitu ia melakukan kegiatan potong rambut. Beberapa hari setelah ia melanggar pantangan tersebut, orang itu mengalami suatu kejadian yang aneh pada dirinya. Kepala orang tersebut tiba-tiba gatal hingga berhari – hari walaupun sudah di bawa berobat, tetap saja tidak mau sembuh malahan bertambah parah.Lama – kelamaan menjadi luka borok yang tidak bisa disembuhkan hingga ia mengalami kematian. Dari kejadian tersebut umat Hindu di Desa Adat Sebatu tidak berani melanggar pantangan tersebut dan menganggap upacara “Acin Pari Ngekes Bratha” sangat sakral.
Keindahan alam merupakan suatu karunia Tuhan yang sangat berharga dalam kehidupan manusia karena jika dimanfaatkan dengan baik akan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat menuju sejahtera, namun jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan mengakibatkan kesengsaraan bagi kehidupan masyarakat. Tidak semua negara atau daerah memiliki keindahan alam sehingga bagi negara atau daerah yang memiliki keindahan alam seharusnya dapat memberdayakan keindahan alam tersebut dan dimanfaatkan dalam rangka kehidupan manusia yang sejahtera. Pariwisata merupakan salah satu aset yang sangat berharga dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.Tidak hanya itu,Pariwisata jugamampu meningkatkan sumber devisa Negara, seperti halnya Sektor pariwisata di Indonesia yang masih bisa untuk dikembangkan dengan lebih maksimal lagi. Pengembangan sektor pariwisata yang dilakukan dengan baik akan mampu menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan.
Perkembangan pariwisata memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan devisa Negara, Kekuatan pariwisata dalam menyedot devisa negara terletak dari kemampuan pengelola dalam mengemas dan memasarkan objek wisata kepada para wisatawan. ketika wisatawan tertarik mengunjungi daerah tujuan wisata, maka devisa negara sedikit demi sedikit mulai mengalir. Pada sisi lain walaupun pariwisata telah diakui sebagai faktor penting stimulator penggerak perekonomian di beberapa Negara di dunia, namun pariwisata juga menyembunyikan beberapa hal yang jarang diungkap dan dihitung sehingga sangat sulit untuk ditelusuri perannya atau kerugiannya yang dikenal dengan biaya tersembunyi atau hidden cost. Kerugian tersebut disebabkan oleh tangan-tangan jahil atau oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, yang hanya mementingkan kepentingan peribadi. Tetapi hal tertsebut tidak berpengaruh terhadap perkembangn parriwisata, itu hanya sebagaian kecil masalah yangmasih bisa diatasi.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa, memang benar perkembangan pariwisata dapat meningkatkan devisa Negara, hal tersebut dapat dilihat dari pariwisata dianggap sebagai indikator terhadap perkembangan perekonomian dalam suatu Negara. Dengan dikembangannya pariwisata secara maksimal otomatis akan meningkatkan minat para wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisata. Dari transaksi itulah, masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan rupiah.
Balidikagumi oleh masyarakat internasional karena memiliki jati diri yang sangat kuat. Identitas itu juga tercermin dalam produk seni budaya yang dihasilkan masyarakatnya, termasuk dalam hal merencanakan aktivitas pembangunan di Bali yang telah diwariskan oleh generasi pendahulu Bali. Ketaatan masyarakat Bali itulah yang membuat Bali berbeda dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia maupun di belahan dunia mana pun. Justru, dengan perbedaan inilah Bali memiliki keunggulan komparatif sehingga menjadi terkenal dan dikagumi oleh masyarakat internasional. Namun ketika ada wacana mengenai pembangunan yang melebihi 15 meter di Bali, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah warisan bangunan di Bali dapat dipertahankan secara kokoh atau tidak? Jika memang bangunan di Bali mencapai ketinggian hingga 15 meter, apa pun alasannya, Bali akan kehilangan taksunya dan tidak ada kebanggaannya lagi. Dikhawatirkanpula bukan hanya taksu, ke depan estetika dan spiritual akan terganggu. Bali sebagai pulau kecil dan indah lama-kelamaan akan makin tenggelam.Apapun program yang mengarah untuk pembangunan Bali ke depan, harus tetap berpedoman pada filosofi Tri Hita Karana.
Dalam kaitannya dengan pembangunan gedung yang lebih dari 15 meter di Bali, sangat disayangkan karena dapat menghilangkanciri khas Bali dalam hal arsitektur bangunan. Apabila pembangunan gedungtersebut tidak ada penanganan dari pihak terkait maka dapat dipastikan bahwa Bali tak ada bedanya dengan beberapa wilayah atau kota lain di Indonesia. Keindahan alam Bali akan tersapu oleh bangunan-bangunan bertingkat yang memenuhi kawasan. Pandangan mata akan berbenturan dengan beton-beton menjulang tinggi di kiri dan kanan jalan. Bali tak lagi menjadi Bali. Hal ini dipandang menjauh dari folosofi dasar manusia Bali yang berbasis spiritual Hindu. Diharapkan dalam pembangunan di Bali ke depan seyogyanya dapat memerhatikan kearifan dan filsafah leluhuragar bisa dijadikan pegangan utama. Betapapun, kearifan itu akan mampu mempedomani generasi demi generasi agar dapat hidup dalam keseimbangan sekaligus menghindari perasaan keterasingan di daerah sendiri. Oleh karena itu, kiranya filosofi Tri Hita Karana, salah satunya, hendaklah tetap menjadi pegangan dalam kehidupan manusia Bali. Pada intinya kita jangan sampai membiarkan Bali keluar dari akar budayanya. Para pemimpin Bali dan segenap komponen masyarakat Bali harus mengimplementasikan komitmen itu dalam aksi nyata jika menginginkan Bali tercinta ini tetap ajeg lestari.
Jalan meninggikan bagunan lebih dari 15 meterdapat digunakan sebagai alternatif untuk menekan alih fungsi lahan. Masuk akal memang, jika dibiarkan perkembangan pemukiman berlangsung bersamaan dengan bertambahnya penduduk Bali, maka lahan pertanian dan lahan kosong lainnya akan habis. Tak ada lagi lahan pertanian dan perkebunan yang hijau seperti yang kita nikmati sekarang. Bangunan tinggi diperbolehkan asalkan hanya diperuntukan bagi pembangunan fasilitas publik, seperti gedung pemerintah, rumah sakit, pasar tradisional, perguruan tinggi, dan sekolah. Sedangkan untuk bangunan hotel, apartemen, perumahan, dan gedung-gedung komersial lainnya seharusnya dilarang membangun dengan ketinggian melebihi 15 meter.
Dapat disimpulkan bahwa Sampai kapanpun kita akan mempertahankan anggapan bahwa bangunan yang tingginya melebihi 15 meter akan merusak kelestarian Bali. Memang turis datang ke Bali bukan untuk melihat gedung-gedung tinggi, namun turis juga tidak akan datang ke Bali, jika sawah-sawah di Bali lenyap. Kenyataannya sekarang yang bisa kita lihat, di suatu wilayah di mana pun di Bali bila persawahan sudah beralih fungsi menjadi bangunan, di mana sawah sudah tidak ada lagi, maka seperti yang telah disampaikan di atas, Bali yang dikenal sebagai surga dunia akan kehilangan taksunya.